Para ilmuwan berhasil memecahkan teka-teki mekanisme melebarnya leher ular kobra yang biasa ditunjukkan ular jenis ini untuk mempertahankan diri.
Dengan mengukur aktivitas listrik otot, para ahli menemukan kelompok otot yang dipakai oleh ular-ular kobra untuk menaikkan dan melebarkan leher.
"Tindakan defensif ini adalah salah satu teka-teki dalam biologi," kata Kenneth Kardong, profesor Washington State University yang ikut dalam penelitian ini.
Ia menjelaskan untuk melebarkan leher ini, ular kobra mengerahkan tulang rusuk dan delapan otot leher. "Kami ingin tahu bagaimana ular kobra memanfaatkan tulang rusuk, sehingga kepala dan leher menjadi tipis dan lebar," kata Kardong.
Untuk menjawab pertanyaan itu, para peneliti mengukur kegiatan listrik dari semua otot di bagian leher ular kobra. Pengukuran dilakukan dengan menanam beberapa elektroda mini ke otot leher ular kobra.
Bruce Young dari University of Massachusetts Lowell yang ambil bagian dalam penelitian ini mengatakan operasi cangkok elektroda ini adalah tahapan yang paling berbahaya. "Operasi ini dilakukan di bagian kepala, dan ular ini sewaktu-waktu bisa tersadar dari pembiusan," kata Young.
Begitu operasi selesai, ular kobra tersebut dilepas dan semua kegiatan otot di bagian leher bisa dipantau.
Para ahli kemudian menemukan delapan otot yang dipakai kobra untuk menipiskan dan melebarkan leher.
Young mengatakan ular kobra bukan satu-satunya jenis ular yang menggunakan mekanisme seperti ini untuk mempertahankan diri.
Dengan mengukur aktivitas listrik otot, para ahli menemukan kelompok otot yang dipakai oleh ular-ular kobra untuk menaikkan dan melebarkan leher.
"Tindakan defensif ini adalah salah satu teka-teki dalam biologi," kata Kenneth Kardong, profesor Washington State University yang ikut dalam penelitian ini.
Ia menjelaskan untuk melebarkan leher ini, ular kobra mengerahkan tulang rusuk dan delapan otot leher. "Kami ingin tahu bagaimana ular kobra memanfaatkan tulang rusuk, sehingga kepala dan leher menjadi tipis dan lebar," kata Kardong.
Untuk menjawab pertanyaan itu, para peneliti mengukur kegiatan listrik dari semua otot di bagian leher ular kobra. Pengukuran dilakukan dengan menanam beberapa elektroda mini ke otot leher ular kobra.
Bruce Young dari University of Massachusetts Lowell yang ambil bagian dalam penelitian ini mengatakan operasi cangkok elektroda ini adalah tahapan yang paling berbahaya. "Operasi ini dilakukan di bagian kepala, dan ular ini sewaktu-waktu bisa tersadar dari pembiusan," kata Young.
Begitu operasi selesai, ular kobra tersebut dilepas dan semua kegiatan otot di bagian leher bisa dipantau.
Para ahli kemudian menemukan delapan otot yang dipakai kobra untuk menipiskan dan melebarkan leher.
Young mengatakan ular kobra bukan satu-satunya jenis ular yang menggunakan mekanisme seperti ini untuk mempertahankan diri.
Anda mencoba untuk berhenti merokok? Cobalah bekerja di dalam ruangan yang tidak memperbolehkan Anda merokok. Cara ini telah diuji penelitian tim dari Cologne Smoking Study (CSS), Jerman, dan cukup berhasil mengurangi kecanduan perokok pada nikotin.
Peneliti menggunakan penilaian dan tes validasi internasional untuk mengetahui kebiasaan merokok dan ketergantungan nikotin dari 197 pekerja. Hasilnya, pekerja yang mengalami stres karena pekerjaan, jumlah rokok yang dihisapnya dari pekerja tidak stres.
Ketergantuan pekerja pada nikotin juga menurun. Jam kerja yang panjang dan peraturan perusahaan yang ketat untuk tidak boleh merokok dalam ruang membuat para jumlah rokok yang dihisap para pekerja berkurang jumlahnya.
"Beban pekerjaan yang banyak, membuat pekerja hanya bisa merokok pada waktu yang sangat sebentar. Hal itu membuat jumlah rokok yang dihisap makin sedikit karena pikiran terfokus pada pekerjaan dan dalam ruangan tidak boleh merokok," kata kepala peneliti Anna Schmidt, dari the University of Cologne, seperti VIVAnews kutip dari laman Health Day.
Peneliti juga menemukan kecanduan nikotin makin berkurang pada orang yang sudah menikah, sangat religius atau yang memiliki latar belakang pendidikan yang tinggi. Penelitian ini telah dipublikasikan pada 12 April lalu dalam "Journal Tobacco Induced Diseases".
Peneliti menggunakan penilaian dan tes validasi internasional untuk mengetahui kebiasaan merokok dan ketergantungan nikotin dari 197 pekerja. Hasilnya, pekerja yang mengalami stres karena pekerjaan, jumlah rokok yang dihisapnya dari pekerja tidak stres.
Ketergantuan pekerja pada nikotin juga menurun. Jam kerja yang panjang dan peraturan perusahaan yang ketat untuk tidak boleh merokok dalam ruang membuat para jumlah rokok yang dihisap para pekerja berkurang jumlahnya.
"Beban pekerjaan yang banyak, membuat pekerja hanya bisa merokok pada waktu yang sangat sebentar. Hal itu membuat jumlah rokok yang dihisap makin sedikit karena pikiran terfokus pada pekerjaan dan dalam ruangan tidak boleh merokok," kata kepala peneliti Anna Schmidt, dari the University of Cologne, seperti VIVAnews kutip dari laman Health Day.
Peneliti juga menemukan kecanduan nikotin makin berkurang pada orang yang sudah menikah, sangat religius atau yang memiliki latar belakang pendidikan yang tinggi. Penelitian ini telah dipublikasikan pada 12 April lalu dalam "Journal Tobacco Induced Diseases".